Pages

Rabu, 30 September 2015

harga sapi melambung harga sapi melambung




1.1.Pendahuluan
Permasalahan kenaikan harga daging sapi membuat masyarakat semakin sulit unuk mendapat daging dengan harga yang wajar.Terlebih lagi umat islam mendekati hari raya Idul Adha yang sangat membutuhkan daging sapi dengan kuota yang besar dan dengan harga yang wajar.
Program pemerintah yaitu Swasembada daging sapi dan Program stop impor daging sapi dari luar negeri,Harapkan kedepan dari program ini adalah negara Indionesia akan memiliki perternakan sendiri yang lebih menguntungkan negera ketimbang mengimpor daging sapi dari luar negeri,yang akan membuat negara pengimpor sapi ke Indonesia mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Solusi yang dilakukan Pemerintah Indonesia pun beragam,yakni pembatasan impor daging ke dalam negeri,dan mencari oknum-oknum tertentu yang menyebabkan harga daging sapi dipasaran melambung tinggi di atas rata-rata harga normalnya.
Dalam makalah ini kita akan mebahas tentang penyebab permasalahan tingginya harga sapi di pasaran,mengetahui permasalannya di lapangan dan apa solusi kedepannya agar harga daging sapi di indonesia tidak melambung tinggi,terutama di hari-hari besar sperti Idul Adha,dimana masyaakat banyak membutuhkan daging sapi dengan harga terjangkau.
























2.1.Pembahasan
Harga daging melonjak. Diduga ini merupakan permainan pihak-pihak tertentu yang ingin mengerek harga daging. Pemerintah dinilai tak sigap dalam mengantisipasinya.
Kenaikan harga daging kali ini merupakan yang tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Tingginya harga daging sapi ini juga memberikan dampak pada praktek bisnis kotor yang dilakukan oleh oknum tertentu, yaitu beredarnya daging sapi glonggongan. Praktek bisnis dengan memaksa memberi air minum sapi (dipompa melalui mulut) hingga 100 liter/ekor sampai sapi ‘teler’ gemetar dan pingsan sebelum dipotong, demi mengeruk keuntungan. Dapat dihitung berapa keuntungan yang diperoleh jika air yang terikut dalam daging misalnya separuhnya saja (50 kg) berarti ada potensi keuntungan 3,5 - 4 juta rupiah/ekor. Di pasar-pasar tradisional kemungkinan beredarnya daging sapi glonggongan yang dijual lebih murah (70-75 ribu/kg) dibanding daging sapi non-glonggongan.Oleh karena praktek kotor bisnis daging sapi yang tidak memperhitungkan peri-kehewanan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram mengkonsumsi daging sapi glonggongan.Terlebih akhir-akhir menjelang hari Idul Adha yang mana kebutuhan daging sapi meningkat yang membuat oknum-oknum tertentu membuat kecurangan demi meraup untung yang berlipat ganda dengan cara menimbun daging sapi sampai harga benar-benar sangat tinggi.Imbasnya,masyarakat menuding pembatasan impor daging adalah penyebabnya.
Penyebab tingginya harga sapi ini pun beragam yang pada intinya yang hampir pasti adalah tidak seimbangnya antara suplai dan permintaan daging sapi menjadi menyebab utamanya. Kelangkaan ketersediaan barang akan menyebabkan tingginya harga. Jumlah penduduk Indonesia saat ini kurang lebih 240 juta jiwa. Rata-rata konsumsi daging sapi nasional per tahunnya berkisar 450 ribu ton. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di atas berarti konsumsi masyarakat kita kurang dari 2 kg/kapita/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pasokan daging sapi dipenuhi dari produksi dalam negeri dan dari luar negeri. Diperkirakan 70 % dipenuhi dari dalam negeri dan 30 % dari impor khususnya dari Australia.
Sejak tahun 1990, Indonesia mulai mengimpor sapi hidup dari Australia. Pada tahun 1990, impor sapi  8.061 ekor namun pada tahun-tahun berikutnya tumbuh dan berkembang sangat pesat bahkan secara eksponensial dengan rata-rata 2 kali lipat per tahun dan pada tahun 1997 mencapai 428.077 ekor atau naik 53 kali lipat, dan puncaknya pada tahun 2009 impor sapi hidup dari Australia mencapai 772.868 ekor yang merupakan rekor tertinggi sepanjang 20 tahun




sejak 1990 (MLA, 2010). Apabila ditambah dengan nilai impor daging beku dan jerohan yang mencapai 110 ribu ton atau senilai 2,5 triliun (Statistik Peternakan, 2010), maka total nilai impor daging beku dan sapi hidup tahun 2009 mencapai 7,3 triliun rupiah. Akibat impor yang nampaknya sangat berlebihan inilah penyebab anjlok dan terpuruknya peternakan sapi lokal pada tahun 2009. Oleh karena itu dapat dipahami jika pemerintah bertekad untuk mengembangkan sapi agar tercapai swasembada daging sapi pada tahun 2015, salah satunya dengan cara mengendalikan impor daging sapi dan sapi hidup secara bertahap. Diakui atau tidak, kebijakan pemerintah khususnya pengaturan impor akan sangat memengaruhi suplai dan harga daging sapi di dalam negeri.
Ketidak seimbangan antara permintaan dan ketersediaan daging sapi inilah yang menurut saya akar masalah dari melambungnya harga daging sapi. Dalam hal ini dapat dikatakan gagalnya peran pemerintah dalam menjaga dan mengatur keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan daging sapi. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Ada beberapa kemungkinan yaitu asumsi yang tidak akurat terhadap prediksi potensi produksi daging sapi dalam negeri sehingga terlalu rendahnya kuota impor atau kedua asumsi tersebut tidak akurat. Faktanya mencari sapi lokal tidak mudah dan tidak adanya stok yang siap untuk dipotong dan harganyapun juga tinggi. Tidak bermaksud menggugat akurasi data populasi sapi hasil sensus sapi yang menemukan angka populasi sapi mencapai 14,8 juta ekor, yang secara teori cukup memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Namun perlu diperhatikan bahwa keberadaan sapi tersebut tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia ini, sehingga mobilisasi ke pusat-pusat permintaan daging sapi menjadi tidak mudah. Disamping itu mayoritas (90%) ternak sapi dipelihara oleh para peternak rakyat dengan modus usaha sambilan, sehingga sapi dijual ketika peternak membutuhkan uang.  Jika mereka tidak membutuhkan uang, sapi tidak akan dijual. Fakta ini dapat dilihat di pasar-pasar hewan yang relatif sepi pada musim tertentu (awal musim tanam) dan melimpah pada kurun waktu tertentu seperti tahun ajaran baru saat anak masuk sekolah,menjelang Hari Raya Idul Adha,dan hari-hari besar lainnya,yang dimana itu memerlukan daging sapi dengan jumlah yang banyak/besar. Inilah ‘simalakama’ dan dilema per-sapi-an di Indonesia.




2.2.Solusi
Adapun solusi yang harus kita jalankan bersama iyalah mengharapkan pemerintah untuk lebih tegas dalam menjalankan berbagai program-programnya,walaupun kita tidak bisa berpatokan penuh kepada pemerintah secara sepenuhnya,namun pemerintah mempunyai wewenang dan peran yang sangat penting dalm hal pengendalian harga daging sapi,terutama kenaikan harga menjelang hari raya Idul Adha dan hari-hari besar lainnya dimana daging sapi sangat banyak di butuhkan oleh konsumen.
Di harapkan dalam jangka pendek ini,pemerintah dapat duduk bersama para stakeholders terkait perdagingan sapi (pengusaha, pedagang, peneliti-akademisi, peternak) untuk merumuskan dan menentukan kembali titik keseimbangan pemasokan dan permintaan daging sapi di dalam negeri dengan dilandasi semangat kejujuran dan keterbukaan.
Diharapkan pemerintah dapat Mengevaluasi dan menetapkan angka kuota impor sapi dan daging sapi setiap triwulan pada tahun berjalan dengan melibatkan para pihak terkait.Dan bersungguh-sungguh (berjihad) dalam mengembangkan industri peternakan sapi di Indonesia melalui berbagai instrumen kebijakan yang memihak kepentingan nasional, mencapai program swasembada daging sapi.